Lagu

Senin, 03 April 2017

TUMBUHAN LANGKA DI HUTAN KALIMANTAN TENGAH MUARA TEWEH BARITO UTARA


Korma rawa
korma rawa
Korma rawa ialah sejenis tanaman berumpun dengan tinggi pohon mencapai 5 meter, dengan daun sirip dan panjangnya kira-kira dua meter. Pangkal daunnya berduri. Sebetulnya duri di pangkal daun adalah anak daun yang telah berubah bentuknya. Dalam 1 daun ada 25 anak daun, tersusun menjadi 4 hingga 5 kelompok. Korma rawa banyak terdapat di indonesia bagian timur seperti sulawesi dan papua.
 Bertan
bertan
Tanaman dengan nama latin eugeissona utilis ini dinamakan juga dengan kadjatoa atau sagu liar borneo (wild bornean sago palm). Persebaran di Indonesia untuk saat ini masih sangat minim, dan terdapat di jawa barat dan hutan kalimantan yang masih menjadi rumah untuk tumbuhan ini
sehingga tumbuhan ini tergolong dengan tumbuhan langka yang memang harus dilindungi dan dijaga kelestariannya agar tumbuhan ini terus berfotosintesis.
Balam suntai
balam suntai
Balam suntai, salah satu tanaman langka yang ada di nusantara dengan nama latin palaquium walsurifolium. Kayunya berkualitas baik dengan tingkat kekuatan dan keawetan yang baik pula, sehingga menjadi buruan orang.
Persebaran di Indonesia : Balam untai merupakan jenis tanaman yang masih terdapat di daerah kalimantan dan hutan papua.
Kecapi
tumbuhan kecapi
Kecapi ialah sejenis tanaman dengan buah yang mirip duku. Nama lain dari buah kecapi adalah buah sentul karena buah kecapi asalnya dari semenanjung Malaka, yang selanjutnya persebarannya hingga ke Indonesia. Kulit buah kecapi keras, jadi perlu usaha ekstra bila ingin menikmati buah yang satu ini. Membuka kecapi dapat dilakukan dengan membantingnya, menjepit di pintu. Buah kecapi banyak dikonsumsi dalam keadaan segar. Akan tetapi olahan buah kecapi pun tak kalah enaknya. Beberapa olahan buah kecapi yaitu manisan, jeli, pengharum makanan yang alami.Di balik kulit kerasnya, ternyata buah kecapi punya manfaat luar biasa bagi kesehatan kita, yaitu untuk tangkal kepikunan dan alzheimer serta menekan resiko kanker dan penyakit jantung.
Gaharu
gaharu
Gaharu adalah jenis pohon dengan wangi kayu khas. Kayu gaharu banyak dijumpai di hutan kawasan Kalimantan. Nama latin kayu gaharu aquilaria sp. Kayu ini banyak dicari orang karena mempunyai nilai jual yang cukup tinggi.
Kayu gaharu masih banyak terdapat di daerah kalimantan dan papua, dan sangat banyak di incar oleh masyarakat.
Anggrek pensil
anggrek pensil
Anggrek pensil bernama latin vanda hookeriana. Anggrek ini sudah semakin langka disebabkan oleh habitatnya di wilayah Cagar Alam Dusun Besar, Bengkulu sudah rusak karena ulah manusia. Tanaman ini banyak dicari oleh pecinta anggrek. Bunga anggrek pensil hidupnya numpang dengan bunga bakung. Guna menghindari kepunahan anggrek pensil, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu pun mengambil langkah untuk membudidayakan anggrek ini di Danau Dendam Tak Sudah yang ada di kawasan Bengkulu, dan beruntung tanaman ini dapat tumbuh dengan baik dan subur. Tanaman ini pun pernah dijuluki sebagai ratu anggrek.
Enau
enau
Tanaman yang mempunyai nama latin arenga pinnata ini berasal dari suku arecaceae. Palma paling penting sesudah kelapa, mempunyai banyak manfaat dan serba guna, salah satunya sebagai penghasil gula.
Enau dapat tumbuh besar dengan tinggi sampai dengan 25 meter. Diameter batang enau sekitar 65 cm. Karakteristik batangnya kuat, kokoh, atasnya berselimut serabut hitam yang disebut ijuk atau injuk. Ijuk ini sebetulnya adalah pelepah daun.
Anggrek hitam
Anggrek hitam
Anggrek dengan nama ilmiah coelogyne pandurata ini mempunyai bunga yang khas, yaitu warna lidah bunga hitam. Di luar dikenal dengan sebutan black orchid sedangkan untuk daerah Kalimantan Timur menyebut spesies anggrek ini dengan nama Kersik Luai.
Persebaran anggrek hitam di Indonesia masih terdapat di Kalimantan timur, namun hal ini semakin sulit ditemukan semakin banyaknya tambang dan pembukaan lahan di sana.
Daun sang
daun sangDaun sang atau daun payung mempunyai nama latin johannestijsmania altifrons. Nama ini diambil dari nama penemunya yaitu professor Teijsman dari Belanda.
Daun sang banyak ditemukan cuma di wilayah Asia Tenggara. Temuan pertama daun sang ialah awal abad 19. Daun ini saat ini masih berada di Indonesia, dan ditemukan di hutan papua.
Edelweis
Edelweis
Bunga edelweis (senduro) atau dikenal dengan bunga abadi ini memang tidak mudah layu saat dipetik. Ia bisa tahan lama. Bunganya berwarna putih kuning atau putih cokelat. Tanaman ini dapat tumbuh mencapai 8 meter dengan batang bisa sampai ukuran kaki manusia.
Tanaman ini dapat ditemukan di pegunungan wilayah Jawa, Lombok, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan.
Kantong semar
kantong semarKantong semar merupakan jenis tanaman karnivora. Kantong pemangsa akan tertutup saat daunnya masih muda dan tatkala tengah ada mangsa dalam kantongnya dan membuka sewaktu kantong semar telah dewasa atau usai menyerap nutrisi mangsa.
Tujuan menutupnya kantong semar adalah untuk menghindari hewan lain memakan serangga yang sudah ia tangkap dan membuat proses pencernaan berjalan dengan baik dan lancar. Kantong semar juga dipercaya memiliki manfaat bagi kesehatan yang dapat menjaga tubuh agar tetap bugar serta untuk diabetes

Kamis, 23 Maret 2017

PERSEBARAN FLORA DI INDONESIA


1. Wilayah Flora Sumatra-Kalimantan
Tersebar di pulau Sumatra dan Kalimantan serta pulau-pulau kecil di sekitarnya (Nias, Enggano, Bangka, Belitung, Kep. Riau, Natuna, Batam, Buton dll). Contoh flora khas yang tumbuh adalah Bunga Bangkai (Raflesia Arnoldi)
Bunga Bangkai (Raflesia Arnoldi)
Bunga Bangkai (Raflesia Arnoldi)
2. Wilayah Flora Jawa-bali
Tersebar di pulau Jawa, Madura, Bali dan kepulauan-kepulauan kecil disekitarnya (Kepulauan Seribu, Kep. Karimunjawa). Contoh flora khas yang tumbuh adalah pohon Burohal (Kepel)
Pohon Burahol (kepel)Pohon Burahol (kepel)
3. Wilayah Flora Kepulauan Wallacea
Tersebar di pulau Sulawesi, Timor, Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara. Contoh flora yang tumuh adalah pohon Sagu
Pohon Sagu
Pohon Sagu
4. Wilayah Flora Papua
Meliputi wilayah pulau Papua dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Contoh Flora Khas tumbuh adalah Uacalyptus, sama dengan jenis tumbuhan yang tumbuh di daerah Queensland Australia Utara.
eucalyptus
eucalyptus

Rabu, 22 Maret 2017

Hewan-hewan yang dilindungi di indonesia


Flora dan Fauna di Indonesia


HELMETED HORNBILL
Burung ini ditemukan di Semenanjung Malaya, Kalimantan, dan wilayah Sumatera. Bulu-bulu burung ini dominan berwarna hitam. Satu-satunya warna lain pada bulu adalah putih di antara perut dan ekor burung. Burung enggang gading umumnya memiliki kepala dan keriput pada tenggorokan yang berwarna merah pada burung jantan dan biru pada burung betina. Kepala burung seberat sepuluh persen dari 5,9-6,8 pon berat badannya.
BURUNG KAKAK TUA RAJA
Burung Kakatua Raja (Probosciger aterrimus) adalah sejenis burung Kakatua berwarna hitam dan berukuran besar, dengan panjang sekitar 60cm. Burung ini memiliki kulit pipi berwarna merah dan paruh besar berwarna kehitaman. Di kepalanya terdapat jambul besar yang dapat ditegakkan. Burung betina serupa dengan burung jantan.
Kakatua Raja adalah satu-satunya burung di marga tunggal Probosciger. Daerah sebaran burung ini adalah di pulau Irian dan Australia bagian utara. Pakan burung Kakatua Raja terdiri dari biji-bijian. Paruh burung Kakatua Raja tidak dapat tertutup rapat, dikarenakan ukuran paruh bagian atas dan bagian bawah yang berbeda. Dan ini berguna untuk menahan dan membuka biji-bijian untuk dikonsumsi.
BURUNG ELANG JAWA
Burung Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) merupakan salah satu spesies elang berukuran sedang yang endemik (spesies asli) di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia. Pertama kali saya menyaksikan penampakan burung Elang Jawa secara langsung pada pertengahan tahun 2005 di sekitar air tiga raksadi Gunung Muria Jawa Tengah. Sayang, sampai sekarang saya belum berkesempatan untuk menyaksikannya untuk yang kedua kali.
Secara fisik, Elang Jawa memiliki jambul menonjol sebanyak 2-4 helai dengan panjang mencapai 12 cm, karena itu Elang Jawa disebut juga Elang Kuncung. Ukuran tubuh dewasa (dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 60-70 sentimeter, berbulu coklat gelap pada punggung dan sayap. Bercoretan coklat gelap pada dada dan bergaris tebal coklat gelap di perut. Ekornya coklat bergaris-garis hitam.
Ketika terbang, Elang Jawa hampir serupa dengan Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) bentuk terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil. Bunyi nyaring tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara Elang Brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.
Gambaran lainnya, sorot mata dan penglihatannya sangat tajam, berparuh kokoh, kepakan sayapnya kuat, berdaya jelajah tinggi, dan ketika berdiam diri sosoknya gagah dan berwibawa. Kesan “jantan” itulah yang barangkali mengilhami 12 negara menampilkan sosok burung dalam benderanya. Bersama 19 negara lain, Indonesia bahkan memakai sosoknya sebagai lambang negara dengan burung mitologis garuda
Populasi burung Elang Jawa di alam bebas diperkirakan tinggal 600 ekor. Badan Konservasi Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengategorikannya terancam punah. Konvensi Perdagangan Internasional untuk Flora dan Fauna yang Terancam Punah memasukkannya dalam Apendiks 1 yang berarti mengatur perdagangannya ekstra ketat. Berdasarkan kriteria keterancaman terbaru dari IUCN, Elang Jawa dimasukan dalam kategori Endangered atau “Genting” (Collar et al., 1994, Shannaz et al., 1995). Melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional, Pemerintah RI mengukuhkan Elang Jawa sebagai wakil satwa langka dirgantara.
Habitat burung Elang Jawa hanya terbatas di Pulau Jawa, terutama di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan.
Bahkan saat ini, habitat burung ini semakin menyempit akibat minimnya ekosistem hutan akibat perusakan oleh manusia, dampak pemanasan global dan dampak pestisida. Di Jawa Barat, Elang Jawa hanya terdapat di Gunung Pancar, Gunung Salak, Gunung Gede Pangrango, Papandayan, Patuha dan Gunung Halimun.
Di Jawa Tengah Elang Jawa terdapat di Gunung Slamet, Gunung Ungaran, Gunung Muria, Gunung Lawu, dan Gunung Merapi, sedangkan di Jawa Timur terdapat di Merubetiri, Baluran, Alas Purwo, Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru, dan Wilis.
 BURUNG ENGGANG
Enggang (Allo, Ruai/Arue sebutan bagi orang dayak) adalah jenis burung yang ada di pulau Borneo. Burung enggang memiliki ukuran tubuh cukup besar, yaitu sekitar 100 cm. Ada sekitar 8 jenis burung enggang dengan warna tubuh perpaduan antara hitam dan putih, sedangkan warna paruhnya merupakan perpaduan warna kuning, jingga dan merah. Ciri khas dari burung ini adalah adanya cula paruh (casque) yang tumbuh di atas paruhnya. Burung yang makanannya buah ara ini mempunyai tingkah laku bersarang yang khusus.
Burung enggang mempunyai kebiasaan hidup berpasang-pasangan dan cara bertelurnya merupakan suatu daya tarik tersendiri.Pada awal masa bertelur burung jantan membuat lubang yang terletak tinggi pada batang pohon untuk tempat bersarang dan bertelurnya burung betina.kemudian burung jantan memberi makan burung betinanya melalui sebuah lubang kecil selama masa inkubasi, dan berlanjut sampai anak mereka tumbuh menjadi burung muda.
Mengapa burung Enggang ini di jadikan sebagai simbol oleh suku dayak? Burung ini menyimbolkan suku dayak layaknya burung Merpati menyimbolkan kesucian dan keabadian dalam keagamaan Kristiani. Karena itu pula, burung enggang ini dijadikan sebagai contoh kehidupan bagi orang dayak untuk bermasyarakat agar selalu mencintai dan mengasihi pasangan hidupnya dan mengasuh anak mereka hingga menjadi seorang dayak yang mandiri dan dewasa. Namun sekarang ini burung enggang merupakan burung langka yang sudah sangat sulit di temui di hutan borneo, ini dikarenakan pengerusakan hutan borneo yang terus-menerus terjadi, seperti penebangan hutan baik illegal logging maupun untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit. Nasib burung enggang ini sekarang sama seperti nasib suku Dayak di borneo yang semakin terpinggirkan di tanahnya sendiri. Sekarang burung ini hanya sebagai simbol dan hanya dapat dilihat dalam suatu rekaman gambar yang menunjukkan masa kejayaannya dimasa lampau.
Burung ini hanya dapat dilihat sebagai simbol yang dilukiskan berupa motif seperti pada gambar ini. Kasihan sekali nasib mereka. Sebagian yang tersisa darinya hanya sebuah gambar dan segelintir bagian paruh dan bulu yang tetap di simpan rapi oleh masyarakat suku dayak.
 BURUNG JALAK BALI
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) atau disebut juga Curik Bali adalah sejenis burung sedang dengan panjang lebih kurang 25 cm. Burung pengicau berwarna putih ini merupakan satwa endemik Indonesia yang hanya bisa ditemukan di Pulau Bali bagian barat. Burung ini juga merupakan satu-satunya satwa endemik Pulau Bali yang masih tersisa setelah Harimau Bali dinyatakan punah. Sejak tahun 1991, satwa yang masuk kategori “kritis” (Critically Endangered) dalam Redlist IUCN dan nyaris punah di habitat aslinya ini dinobatkan sebagai fauna identitas (maskot) provinsi Bali.
Jalak Bali ditemukan pertama kali oleh Dr. Baron Stressmann seorang ahli burung berkebangsaan Inggeris pada tanggal 24 Maret 1911. Nama ilmiah Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) dinamakan sesuai dengan nama Walter Rothschild pakar hewan berkebangsaan Inggris yang pertama kali mendiskripsikan spesies pada tahun 1912.
Burung Jalak Bali ini mudah dikenali dengan ciri-ciri khusus, di antaranya memiliki bulu yang putih di seluruh tubuhnya kecuali pada ujung ekor dan sayapnya yang berwarna hitam. Jalak Bali memiliki pipi yang tidak ditumbuhi bulu, berwarna biru cerah dan kaki yang berwarna keabu-abuan. Antara burung jantan dan betina serupa.
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) merupakan satwa yang secara hidupan liar (di habitat aslinya) populasinya amat langka dan terancam kepunahan. Diperkirakan jumlah spesies ini yang masih mampu bertahan di alam bebas hanya sekitar belasan ekor saja.
Karena itu, Jalak Bali memperoleh perhatian cukup serius dari pemerintah Republik Indonesia, yaitu dengan ditetapkannya makhluk tersebut sebagai satwa liar yang dilindungi oleh undang-undang. Perlindungan hukum untuk menyelamatkan satwa tersebut ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Jalak Bali merupakan satwa yang dilarang diperdagangkan kecuali hasil penangkaran dari generasi ketiga (indukan bukan dari alam).Dalam konvensi perdagangan internasional bagi jasad liar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of  Wild Fauna and Flora) Jalak Bali terdaftar pada Apendix I, yaitu kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk diperdagangkan. Sedang IUCN (International Union for Conservation of Natur and Natural Resources) memasukkan Jalak Bali dalam kategori “kritis” (Critically Endangered) yang merupakan status konservasi yang diberikan terhadap spesies yang memiliki risiko besar akan menjadi punah di alam liar atau akan sepenuhnya punah dalam waktu dekat.
Kepunahan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di habitat aslinya disebabkan oleh deforestasi (penggundulan hutan) dan perdagangan liar. Bahkan pada tahun 1999, sebanyak 39 ekor Jalak Bali yang berada di pusat penangkaran di Taman Nasional Bali Barat, di rampok. Padahal penangkaran ini bertujuan untuk melepasliarkan satwa yang terancam kepunahan ini ke alam bebas.
Untuk menghindari kepunahan, telah didirikan pusat penangkaran yang salah satunya berada di Buleleng, Bali sejak 1995. Selain itu sebagian besar kebun binatang di seluruh dunia juga menjalankan program penangkaran Jalak Bali. Tetapi tetap muncul sebuah tanya di hati saya; mungkinkah beberapa tahun ke depan kita hanya akan menemui Jalak Bali, Sang Maskot Bali, di balik sangkar-sangkar kebun binatang.
BURUNG CENDRAWASIH
Cendrawasih atau paradisoaeidae apoda, minor, cicinnurus regius, dan seleudicis melanoleuca merupakan burung khas dari Papua. Dari 43 spesies burung surga ini, 35 di antaranya bisa ditemukan di Papua.
Burung Cendrawasih yang dianggap sebagai burung surga.
Kekhasan burung ini terdapat pada bulu indahnya. Dan bulu indah ini hanya dimiliki oleh burung cendrawasih jantan saja.  Umumnya warna-warna bulu burung ini sangat cerah dengan kombinasi hitam, cokelat, kemerahan, oranye, kuning, putih, biru, hijau dan ungu.
Burung ini biasanya hidup di hutan yang lebat atau di dataran rendah. Ia memiliki kebiasaan bermain di pagi hari saat matahari mulai menampakkan cahaya di ufuk timur.
Cendrawasih jantan memakai bulu lehernya yang menawan untuk menarik lawan jenis. Tarian cendrawasih jantan amat memukau. Sambil bernyanyi di atas dahan, pejantan ini bergoyang-goyang ke berbagai arah. Kadang malah bergantung terbalik bertumpu pada dahan.
Oleh masyarakat di Papua, burung cendrawasih dipercaya sebagai titisan bidadari tak berkaki atau Apoda, burung yang cantik tetapi tak berkaki, karena mereka berjalan atau hanya bertengger di dahan pohon saja.
Burung Cendrawasih ini dulu populasinya cukup banyak di hutan Papua, tapi karena terus diburu, akhirnya populasi burung ini menurun tajam dan semakin sulit ditemui. Bukan hanya diburu, tetapi habitat berkembangbiaknya pun semakin sempit karena banyak penebangan hutan.
 BEKANTAN
Bekantan atau dalam nama ilmiahnya Nasalis larvatus adalah sejenis kera berhidung panjang dengan rambut berwarna coklat kemerahan dan merupakan satu dari dua spesies dalam genustunggal kera Nasalis.
Ciri-ciri utama yang membedakan bekantan dari kera lainnya adalah hidung. Fungsi dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin disebabkan olehseleksi alam . Kera betina lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai pasangannya.  panjang dan besar yang hanya ditemukan di spesies jantan
Bekantan jantan berukuran lebih besar dari betina. Ukurannya dapat mencapai 75cm dengan berat mencapai 24kg. Kera betina berukuran 60cm dengan berat 12kg. Spesies ini juga memiliki perut yang besar, sebagai hasil dari kebiasaan mengkonsumsi makanannya. Selain buah-buahan dan biji-bijian, bekantan memakan aneka daun-daunan, yang menghasilkan banyak gas pada waktu dicerna. Ini mengakibatkan efek samping yang membuat perut bekantan jadi membuncit.
Bekantan tersebar dan endemik di hutan bakau, rawa danhutan pantai di pulauKalimantan. Spesies ini menghabiskan sebagian waktunya di atas pohon dan hidup dalam kelompok-kelompok yang berjumlah antara 10 sampai 32 kera. Bekantan juga dapat berenang dengan baik, kadang-kadang terlihat berenang dari satu pulau ke pulau lain.
Bekantan merupakan maskotfauna provinsi Kalimantan Selatan.
Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan dan penangkapan liar yang terus berlanjut, serta sangat terbatasnya daerah dan populasi habitatnya, bekantan dievaluasikan sebagai Terancam Punah di dalam IUCN Red List. Spesies ini didaftarkan dalam CITESAppendix I.
 ANOA
Anoa adalah satwa endemik pulau Sulawesi, Indonesia. Anoa juga menjadi fauna identitas provinsi Sulawesi Tenggara. Satwa langka dan dilindungi ini terdiri atas dua spesies (jenis) yaitu: anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis). Kedua satwa ini tinggal dalam hutan yang jarang dijamah manusia. Kedua spesies anoa tersebut hanya dapat ditemukan di Sulawesi, Indonesia. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan hidup. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan dagingnya.
Baik Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) maupun Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) sejak tahun 1986 oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam binatang dengan status konservasi “Terancam Punah” (Endangered; EN) atau tiga tingkat di bawah status “Punah”.
Secara umum, anoa mempunyai warna kulit mirip kerbau, tanduknya lurus ke belakang serta meruncing dan agak memipih. Hidupnya berpindah-pindah tempat dan apabila menjumpai musuhnya anoa akan mempertahankan diri dengan mencebur ke rawa-rawa atau apabila terpaksa akan melawan dengan menggunakan tanduknya.